AKUILAH KALAU KITA INI MISKIN
Beberapa hari ini saya kedatangan banyak teman, saudara dan orang baru, mungkin sekitar 20-an orang. Dengan hati yang bangga mereka mau berkunjung ke rumah saya berarti silahturahmi yang saya lakukan selama ini ada gunanya (Alhamdulillah dalam hatiku). Kebanyakan dari mereka adalah pegawai swasta, pemulung, pengemis, dan pedagang.
Biasalah kalo ada orang yang bersilahturahmi selalu diusahakan hidangan yang sederhana tetapi cukup pantas buat mereka. Dalam hati mengatakan syukurlah mereka datang, minimal tahu keberadaan mereka selama ini. Tetapi ada suatu yang sangat mengganjal dalam pikiran saya mengenai kunjungan mereka. Itupun baru saya sadari tadi siang sewaktu temu customer yang menceritakan kondisi perdagangan sekarang dan hubungan dengan penurunan omsetnya.
Coba saya rekontruksi peristiwa yang terjadi dalam beberap hari:
1 Hari Jumat, saya kedatangan teman dan saudara. Mereka menceritakan tentang kehidupan dan kondisi ekonomi mereka maupun isu yang terjadi masyarakat. Seorang teman (PKL) mengatakan sedang kesusahan untuk membayar biaya sekolah anaknya (masuk SMA) dan berharap saya dapat memecahkan persoalannya. Seorang kerabat mengatakan sedang kesusahan untuk membayar cicilan rumahnya yang sudah 3 bulan belum dibayar dan juga minta solusi. Yang pertama saya katakan, khan sudah tidak ada lagi sumbangan pembangunan sekolah ini itu berdasarkan perintah gubernur (itu yang saya tahu tetapi ga tahu juga). Yang kedua cicilan rumah, saya katakan khan situ sudah kerja dan ada pendapatan kenapa ga di planning, kok bisa sampai 3 bulan. Kerabat ini mengatakan boro-boro diplanning wong untuk makan, anak sekolah, transportasi dan lain-lain saja sudah tidak cukup itupun tidak ada cicilan yang lain. Apa yang saya lakukan? Hanya nasehati dan tidak ada solusi karena tidak bisa memberikan pinjaman (anggaran saya sudah ada postnya terutama biaya kesehatan ibu saya)
2. Hari Sabtu, salah seorang teman yang datang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan motor yang 2 bulan belum dibayar (pikir saya ini orang kerjanya sebagai office boy kok berani ambil kredit motor) alasannya motor buat transportasi dari rumahnya di bekasi ke mampang prapatan (kantornya). Satu lagi ada yang mo gadaikan komputer untuk membayar pinjaman ke rentenir karena kelahiran anaknya yang kedua. Ada yang mo jual kamera digitalnya untuk membayar biaya pengangkatan dia jadi PNS tetap (wong belum PNS kok bisa punya kamera digital, wong saya aja tidak punya).
3. Hari Minggu dan Senin, customer dan sales banyak yang berkunjung ke rumah dengan keluhan omset yang turun akibat kenaikan BBM sehingga barang-barang ikut naik. Parahnya semua bahan bakunya diimpor dari luar negeri. Ada cerita yang menarik, seorang sales ditargetkan omsetnya mencapai 2,5 milyar yang bagi dia selama ini dapat tercapai tetapi sampai tanggal 14/7 baru mencapai 300 juta. Bagaimana ini? Kembali lagi saya hanya bisa memberi saran untuk sabar dan tawadu kepada ALLAH SWT dan berharap dapat petunjuk agar kondisi ekonomi makin baik. Tetapi ada berita baik juga, seorang sales mobil solar bercerita bahwa sejak bekerja tahun 2003, baru tahun ini booming tapi mobilnya inden dulu walaupun pembelinya sudah bayar uang muka. Ada apa ini?
Setelah saya merenung dan memikirkan tentang peristiwa diatas, saya menemukan jawaban LIFE STYLE (gaya hidup). Kita dapat melihat dan mengalami banyaknya kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor produksi terbaru yang berseliweran dan membuat macet di jalan ternyata sebagian besar kredit alias hutang.Coba perhatikan iklan-iklan yang ada di media cetak maupun elektronik, semuanya mengajak orang untuk konsumtif seperti HP, Kamera Digital, Komputer, TV, AC, Kartu Kredit/KTA, motor, mobil, dan lain-lain. Ambil kasus HP, anak masih TK diberikan HP dengan alasan supaya mudah memantau keberadaan anak (dalam hati kalau fungsinya untuk komunikasi okelah tetapi yang ironinya HP yang diberikan
di atas 1 jutaan dengan feature yang ada di HP belum tentu pernah digunakan paling banter game) Remaja banyak memakai HP yang lumayan mahal dan mereka juga tidak pernah tahu pemakaian HP berdasarkan fungsinya. Belum kasus yang lain.
Saya mencoba tarik ke atas yaitu negara dengan elit-elit diatas yang selalu mempertunjukkan kemewahan, padahal negara ini punya hutang yang sangat besar dan itu harus dibayar. Menurut pemikiran saya bahwa orang yang punya hutang dan tidak sanggup bayar berarti orang itu adalah orang miskin. Jadi apa yang terjadi di masyarakat merepresentasikan kondisi negara yang selalu mempertontonkan kemewahan, hedonis, gaya hidup yang lebih besar pasak daripada tiang dan semuanya mengarah pada materialistis (kesuksesan dinilai dari seberapa banyak harta kekayaannya).
Biasalah kalo ada orang yang bersilahturahmi selalu diusahakan hidangan yang sederhana tetapi cukup pantas buat mereka. Dalam hati mengatakan syukurlah mereka datang, minimal tahu keberadaan mereka selama ini. Tetapi ada suatu yang sangat mengganjal dalam pikiran saya mengenai kunjungan mereka. Itupun baru saya sadari tadi siang sewaktu temu customer yang menceritakan kondisi perdagangan sekarang dan hubungan dengan penurunan omsetnya.
Coba saya rekontruksi peristiwa yang terjadi dalam beberap hari:
1 Hari Jumat, saya kedatangan teman dan saudara. Mereka menceritakan tentang kehidupan dan kondisi ekonomi mereka maupun isu yang terjadi masyarakat. Seorang teman (PKL) mengatakan sedang kesusahan untuk membayar biaya sekolah anaknya (masuk SMA) dan berharap saya dapat memecahkan persoalannya. Seorang kerabat mengatakan sedang kesusahan untuk membayar cicilan rumahnya yang sudah 3 bulan belum dibayar dan juga minta solusi. Yang pertama saya katakan, khan sudah tidak ada lagi sumbangan pembangunan sekolah ini itu berdasarkan perintah gubernur (itu yang saya tahu tetapi ga tahu juga). Yang kedua cicilan rumah, saya katakan khan situ sudah kerja dan ada pendapatan kenapa ga di planning, kok bisa sampai 3 bulan. Kerabat ini mengatakan boro-boro diplanning wong untuk makan, anak sekolah, transportasi dan lain-lain saja sudah tidak cukup itupun tidak ada cicilan yang lain. Apa yang saya lakukan? Hanya nasehati dan tidak ada solusi karena tidak bisa memberikan pinjaman (anggaran saya sudah ada postnya terutama biaya kesehatan ibu saya)
2. Hari Sabtu, salah seorang teman yang datang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan motor yang 2 bulan belum dibayar (pikir saya ini orang kerjanya sebagai office boy kok berani ambil kredit motor) alasannya motor buat transportasi dari rumahnya di bekasi ke mampang prapatan (kantornya). Satu lagi ada yang mo gadaikan komputer untuk membayar pinjaman ke rentenir karena kelahiran anaknya yang kedua. Ada yang mo jual kamera digitalnya untuk membayar biaya pengangkatan dia jadi PNS tetap (wong belum PNS kok bisa punya kamera digital, wong saya aja tidak punya).
3. Hari Minggu dan Senin, customer dan sales banyak yang berkunjung ke rumah dengan keluhan omset yang turun akibat kenaikan BBM sehingga barang-barang ikut naik. Parahnya semua bahan bakunya diimpor dari luar negeri. Ada cerita yang menarik, seorang sales ditargetkan omsetnya mencapai 2,5 milyar yang bagi dia selama ini dapat tercapai tetapi sampai tanggal 14/7 baru mencapai 300 juta. Bagaimana ini? Kembali lagi saya hanya bisa memberi saran untuk sabar dan tawadu kepada ALLAH SWT dan berharap dapat petunjuk agar kondisi ekonomi makin baik. Tetapi ada berita baik juga, seorang sales mobil solar bercerita bahwa sejak bekerja tahun 2003, baru tahun ini booming tapi mobilnya inden dulu walaupun pembelinya sudah bayar uang muka. Ada apa ini?
Setelah saya merenung dan memikirkan tentang peristiwa diatas, saya menemukan jawaban LIFE STYLE (gaya hidup). Kita dapat melihat dan mengalami banyaknya kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor produksi terbaru yang berseliweran dan membuat macet di jalan ternyata sebagian besar kredit alias hutang.Coba perhatikan iklan-iklan yang ada di media cetak maupun elektronik, semuanya mengajak orang untuk konsumtif seperti HP, Kamera Digital, Komputer, TV, AC, Kartu Kredit/KTA, motor, mobil, dan lain-lain. Ambil kasus HP, anak masih TK diberikan HP dengan alasan supaya mudah memantau keberadaan anak (dalam hati kalau fungsinya untuk komunikasi okelah tetapi yang ironinya HP yang diberikan
di atas 1 jutaan dengan feature yang ada di HP belum tentu pernah digunakan paling banter game) Remaja banyak memakai HP yang lumayan mahal dan mereka juga tidak pernah tahu pemakaian HP berdasarkan fungsinya. Belum kasus yang lain.
Saya mencoba tarik ke atas yaitu negara dengan elit-elit diatas yang selalu mempertunjukkan kemewahan, padahal negara ini punya hutang yang sangat besar dan itu harus dibayar. Menurut pemikiran saya bahwa orang yang punya hutang dan tidak sanggup bayar berarti orang itu adalah orang miskin. Jadi apa yang terjadi di masyarakat merepresentasikan kondisi negara yang selalu mempertontonkan kemewahan, hedonis, gaya hidup yang lebih besar pasak daripada tiang dan semuanya mengarah pada materialistis (kesuksesan dinilai dari seberapa banyak harta kekayaannya).
Kita ini sudah miskin dan harus mengakui kalau kita ini miskin sehingga bergayalah seperti orang miskin sengan kesederhanaan, apa adanya, sabar karena memang tidak punya apa-apa lagi, selalu memohon kepada Allah walaupun miskin materi tetapi tidak miskin iman, ilmu pengetahuan, amal dan lain-lain. Sekali lagi akuilah kalau kita miskin sehingga kita tahu apa yang harus dilakukan dan menyikapi gaya hidup kita. Miskin..Miskin...Miskin...(banyaklah baca Alhamdulillah kepada Allah setiap saat karena akan datang kekayaan) Amin
cech (via Multiply)